Rabu, 09 Maret 2016

Makalah Kimia Analisis Titrasi Redoks / Yayuk Winarsih



MAKALAH
“TITRASI REDOKS”
Dosen Pembimbing : Arif Santoso, S.Farm.,Apt
                          












Oleh :
1.      Anggiati Ambarsari                    (1314206005)
2.      Heni Setyowati                          (1314206021)
3.      Paulus Tede Bethan                   (1314206035)
4.      Yayuk Winarsih                         (1314206038)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI
STIKES KARYA PUTRA BANGSA
TULUNGAGUNG
2015


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, berkat ridho-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Titrasi Redoks”.
Dalam menyusun makalah ini, terdapat hambatan yang penulis alami, namun berkat dukungan, dorongan dan semangat sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu penulis tidak lupa pada kesempatan ini mengaturkan terima kasih kepada Bapak Arif Santoso, S.Farm.,Apt selaku dosen pembimbing.
Kami  menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
Semoga makalah “Titrasi Redoks” ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.







Tulungagung, 19 November 2015



                                                                                   Penulis







DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................. 2
1.3 Tujuan .................................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ................................................................................................................. 3
BAB II ISI
2.1 Teori Titrasi Redoks ..............................................................................................
2.2 Jenis-jenis Reaksi Titrasi Redoks...........................................................................
2.2 Prinsip Reaksi Titrasi Redoks ................................................................................
2.3 Indikator Titrasi Redoks........................................................................................
2.4 Aplikasi Titrasi Redoks dalam Analisis Obat.........................................................
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................












BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Dalam melakukan percobaan di laboratorium kimia, kita tidak akan terlepas dari analisis, baik itu kualitatif ataupun kuantitatif. Kedua analisis ini akan selalu beriringan. Setelah kita mengidentifikasi suatu zat melalui analisis kualitatif, langkah selanjutnya adalah menentukan banyaknya jumlah zat yang terdapat dalam sampel tersebut yang biasa kita kenal dengan analisis kuantitatif. Dalam analisis kuantitatif, kita beberapa metode dan salah satunya yaitu metode titrimetri.
Metode titrimetri yang dikenal juga sebagai metode volumetri merupakan cara analisis kuantitatif yang didasarkan pada prinsip stoikiometri reaksi kimia. Dalam setiap metode titrimetri selalu terjadi reaksi kimia antara komponen analit dengan zat pendeteksi yang diseut titran.
Istilah titrasi untuk penambahan titran ke dalam analit didasarkan pada proses pengukuran volume titran untuk mencapai titik ekivalen. Istilah metode titrimetri lebih cocok diterapkan untuk analisis kuantitatif dibandingkan metode volumetri, sebab pengukuran volume tidak selalu berkaitan dengan titrasi.
Jenis metode titrasi didasarkan pada jenis reaksi kimia yang terlibat dalam proses titrasi. Berdasarkan jenis reaksinya, maka metode titrimetri dapat dibagi menjadi empat golongan, yaitu; asidi-alkalimetri, oksidimetri, kompleksometri, dan titrasi pengendapan. Namun dalam makalah ini kita hanya akan membahas tentang titrasi oksidimetri (redoks) secara khusus.

1.2  RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah pengertian reaksi redoks ?
2.      Apa saja jenis titrasi redoks ?
3.      Bagaimana prinsip kerja titrasi redoks ?
4.      Apa saja indicator titrasi redoks ?
5.      Baimana aplikasi titrasi redoks dalam analisis obat ?



1.3  TUJUAN
1.      Untuk mengetahui pengertian reaksi redoks
2.      Untuk mengetahui mcam-macam titrasi redoks
3.      Untuk mengetahui prinsip kerja titrasi redoks
4.      Untuk mengetahui indicator titrasi redoks
5.      Untuk mengetahui aplikasi titrasi redoks dalam analisis obat

1.4  MANFAAT
1.      Mengetahui pengertian reaksi redoks
2.      Mengetahui mcam-macam titrasi redoks
3.      Mengetahui prinsip kerja titrasi redoks
4.      Mengetahui indicator titrasi redoks
5.      Mengetahui aplikasi titrasi redoks dalam analisis obat


















BAB II
ISI
2.1 Teori Reaksi Titrasi Redok
Titrasi redoks adalah metode penentuan kuantitatif yang reaksi utamanya adalah reaksi redoks, reaksi ini hanya dapat berlangsung kalau terjadi interaksi dari senyawa/unsure/ion yang bersifat oksidator dengan unsure/senyawa/ion bersifat reduktor. Jadi kalau larutan bakunya oksidator, maka analit harus bersifat reduktor atau sebaliknya (Hamdani, S: 2011).
Titrasi ini didasarkan pada reaksi oksidasi-reduksi antara analit dan titran. Analit yang mengandung spesi reduktor dititrasi dengan titran berupa larutan standar dari oksidator atau sebaliknya. Berbagai reaksi redoks data digunakan sebagai dasar reaksi oksidimetri, misalnya penetapan ion besi(II), Fe2+ dalam analit dengan menggunakan titran larutan standar cesium(IV), Ce4+ yang mengikuti persamaan reaksi
                 Fe2+ +  Ce4+                                       Fe3+ +  Ce3+
Titrasi redoks banyak dipergunakan untuk penentuan kadar logam atau senyawa yang bersifat sebagai oksidator atau reduktor. Sepertinya akan menjadi tidak mungkin bisa mengaplikasikan titrasi redoks tanpa melakukan penyetaraan reaksinya dulu. Selain itu pengetahuan tentang perhitungan sel volta, sifat oksidator dan reduktor juga sangat berperan. Dengan pengetahuan yang cukup baik mengenai semua itu maka perhitungan stoikiometri titrasi redoks menjadi jauh lebih mudah. Perlu diingat dari penyetaraan reaksi kita akan mendapatkan harga equivalen tiap senyawa untuk perhitungan    (Hamdani, S: 2011).
Titik akhir titrasi dalam titrasi redoks dapat dilakukan dengan membuat kurva titrasi antara potensial larutan dengan volume titrant (potensiomteri), atau dapat juga menggunakan indicator. Dengan memandang tingkat kemudahan dan efisiensi maka titrasi redoks dengan indicator sering kali yang banyak dipilih. Beberapa titrasi redoks menggunakan warna titrant sebagai indicator contohnya penentuan oksalat dengan permanganate, atau penentuan alkohol dengan kalium dikromat (Hamdani, S: 2011).
Reaksi redoks secara luas digunakan dalam analisa titrimetri baik untuk zat anorganik maupun organik. Reaksi redoks dapat diikuti dengan perubahan potensial, sehingga reaksi redoks dapat menggunakan perubahan potensial untuk mengamati titik akhir satu titrasi. Selain itu cara sederhana juga dapat dilakukan dengan menggunakan indicator (Hamdani, S: 2011).
Semula istilah “oksidasi” diterapkan pada reaksi suatu senyawa yang bergabung dengan oksigen dan istilah “reduksi” digunakan untuk menggambarkan reaksi dimana oksigen diambil dari suatu senyawa. Suatu reaksi redoks dapat terjadi apabila suatu pengoksidasian bercampur dengan zat yang dapat tereduksi. Dari percobaan masing-masing dapat ditentukan pereaksi dan hasil reaksi serta koefisiennya masing-masing (Syukri, 1999).
Reduksi–oksidasi adalah proses perpindahan elektron dari suatu oksidator ke reduktor. Reaksi reduksi adalah reaksi penangkapan elektron atau reaksi terjadinya penurunan bilangan oksidasi. Sedangkan reaksi oksidasi adalah pelepasan elektron atau reaksi terjadinya kenaikan bilangan oksidasi. Jadi, reaksi redoks adalah reaksi penerimaan elektron dan pelepasan elektron atau reaksi penurunan dan kenaikan bilangan oksidasi. Reaksi redoks secara umum dapat dituliskan sebagai berikut :
Ared + Boksà Aoks + Bred
Jika suatu logam dimasukkan ke dalam larutan yang mengandung ion logam lain, ada kemungkinan terjadi reaksi redoks, misalnya:
Ni(s) + Cu2+(l) àNi2+ + Cu(s)
Artinya logam Ni dioksidasi menjadi Ni2+ dan Cu2+ di reduksi menjadi logam Cu.Demikian pula peristiwa redoks tersebut terjadi pada logam lain seperti besi. Sepotong besi yang tertutup lapisan air yang mengandung oksigen akan mengalami korosi (Arsyad, 2001)
Titrasi redoks melibatkan reaksi oksidasi dan reduksi antara titrant dan analit.Titrasi redoks banyak dipergunakan untuk penentuan kadar logam atau senyawa yang bersifat sebagai oksidator atau reduktor. Aplikasi dalam bidang industri misalnya penentuan sulfite dalam minuman anggur dengan menggunakan iodine, atau penentuan kadar alkohol dengan menggunakan kalium dikromat. Beberapa contoh yang lain adalah penentuan asam oksalat dengan menggunakan permanganate, penentuan besi(II) dengan serium(IV), dan sebagainya.
Titik akhir titrasi dalam titrasi redoks dapat dilakukan dengan mebuat kurva titrasi antara potensial larutan dengan volume titrant, atau dapat juga menggunakan indicator. Dengan memandang tingkat kemudahan dan efisiensi maka titrasi redoks dengan indicator sering kali yang banyak dipilih. Beberapa titrasi redoks menggunakan warna titrant sebagai indicator contohnya penentuan oksalat dengan permanganate, atau penentuan alkohol dengan kalium dikromat.
Beberapa titrasi redoks menggunakan amilum sebagai indicator, khususnya titrasi redoks yang melibatkan iodine. Indikator yang lain yang bersifat reduktor/oksidator lemah juga sering dipakai untuk titrasi redoks jika kedua indicator diatas tidak dapat diaplikasikan, misalnya ferroin, metilen, blue, dan nitroferoin.

2.2 Jenis-jenis Reaksi Titrasi Redoks
Berdasarkan jenis oksidator atau reduktor yang dipergunakan dalam titrasi redoks, maka dikenal beberapa jenis titrimetri redoks seperti iodometri, iodimetri dan permanganometri.
1.      Iodimetri dan Iodometri
            Titrasi dengan iodium ada dua macam yaitu iodimetri (secara langsung), dan iodometri (cara tidak langsung). Dalam iodimetri iodin digunakan sebagai oksidator, sedangkan dalam iodometri ion iodida digunakan sebagai reduktor. Baik dalam iodometri ataupun iodimetri penentuan titik akhir titrasi didasarkan adanya I2 yang bebas. Dalam iodometri digunakan larutan tiosulfat untuk mentitrasi iodium yang dibebaskan. Larutan natrium tiosulfat merupakan standar sekunder dan dapat distandarisasi dengan kalium dikromat atau kalium iodidat. Dalam suatu titrasi, bila larutan titran dibuat dari zat yang kemurniannya tidak pasti, perlu dilakukan pembakuan. Untuk pembakuan tersebut digunakan zat baku yang disebut larutan baku primer, yaitu larutan yang konsentrasinya dapat diketahui dengan cara penimbangan zat secara seksama yang digunakan untuk standarisasi suatu larutan karena zatnya relatif stabil. Selain itu, pembakuan juga bisa dilakukan dengan menggunakan larutan baku sekunder, yaitu larutan yang konsentrasinya dapat diketahui dengan cara dibakukan oleh larutan baku primer, karena sifatnya yang labil, mudah terurai, dan higroskopis (Khopkar, 1990).
            Day & Underwood (2002) dalam Steven (2012) mengatakan syarat-syarat larutan baku primer yaitu :
• Mudah diperoleh dalam bentuk murni
• Mudah dikeringkan
• Stabil
• Memiliki massa molar yang besar
• Reaksi dengan zat yang dibakukan harus stoikiometri sehingga dicapai dasr perhitungan.
            Teknik ini dikembangkan berdasarkan reaksi redoks dari senyawa iodine dengan natrium tiosulfat. Oksidasi dari senyawa iodine ditunjukkan oleh reaksi dibawah ini
 I2 + 2 e → 2 I- Eo = + 0,535 volt
            Sifat khas iodine cukup menarik berwarna biru didalam larutan amilosa dan berwarna merah pada larutan amilopektin. Dengan dasar reaksi diatas reaksi redoks dapat diikuti dengan menggunaka indikator amilosa atau amilopektin.
            Analisa dengan menggunakan iodine secara langsung disebut dengan titrasi iodimetri. Namun titrasi juga dapat dilakukan dengan cara menggunakan larutan iodida, dimana larutan tersebut diubah menjadi iodine, dan selanjutnya dilakukan titrasi dengan natrium tiosulfat, titrasi tidak iodine secara tidak langsung disebut dengan iodometri. Dalam titrasi ini digunakan indikator amilosa, amilopektin, indikator carbon tetraklorida juga digunakan yang berwarna ungu jika mengandung iodine.
            Day & Underwood (2002) dalam Steven (2012), larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah natrium tiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sabagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan standar primer, larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. Tembaga murni dapat digunakan sebagi standar primer untuk natrium tiosulfat.
2.      Permanganometri
            Permanganometri merupakan titrasi redoks menggunakan larutan standar Kalium permanganat. Reaksi redoks ini dapat berlangsung dalam suasana asam maupun dalam suasana basa. Dalam suasana asam, kalium permanganat akan tereduksi menjadi Mn2+ dengan persamaan reaksi :
MnO4- + 8 H+ + 5 e → Mn2+ + 4 H2O
            Berdasarkan jumlah ellektron yang ditangkap perubahan bilangan oksidasinya, maka berat ekivalen Dengan demikian berat ekivalennya seperlima dari berat molekulnya atau 31,606.
            Dalam reaksi redoks ini, suasana terjadi karena penambahan asam sulfat, dan asam sulfat cukup baik karena tidak bereaksi dengan permanganat.
Larutan permanganat berwarna ungu, jika titrasi dilakukan untuk larutan yang tidak berwarna, indikator tidak diperlukan. Namun jika larutan permangant yang kita pergunakan encer, maka penambahanindikator dapat dilakukan. Beberapa indikator yang dapat dipergunakan seperti feroin, asam N-fenil antranilat.
            Analisa dengan cara titrasi redoks telah banyak dimanfaatkan, seperti dalam analisis vitamin C (asam askorbat). Dalam analisis ini teknik iodimetri dipergunakan. Pertama-tama, sampel ditimbang seberat 400 mg kemudian dilarutkan kedalam air yang sudah terbebas dari gas carbondioksida (CO2), selanjutnya larutan ini diasamkan dengan penambahan asam sulfat encer sebanyak 10 mL. Titrasi dengan iodine, untuk mengetahui titik akhir titrasi gunakan larutan kanji atau amilosa (Steven, 2012).
3.      Dikromatometri
            Dikromatometri adalah titrasi redoks yang menggunakan senyawa dikromat sebagai oksidator. Senyawa dikromat merupakan oksidator kuat, tetapi lebih lemah dari permanganat. Kalium dikromat merupakan standar primer. Penggunaan utama dikromatometri adalah untuk penentuan besi(II) dalam asam klorida (Zulfikar, 2010).
4.      Serimetri
              Larutan serium IV sulfat dalam asam sulfat encer merupakan zat pengoksidasi yang kuat dan lebih stabil daripada larutan kalium permanganat, dengan suatu syarat bahwa asam sulfat cukup mampu menghindari hidrolisis dan pengendapan garam basanya.kalau larutan kalium permanganate dapat direduksi menjadi beberapa macam keadaan hasil reduksi, maka reduksi larutan serium (IV) sulfat selalu menghasilkan ion serium (III), menurut reaksi :
Ce4+   e-   à   Ce3+
              Keuntungan Serimetri :
1.      Larutan serium (IV) sulfat sangat stabil pada penyimpanan yang lama dan tidak perlu terlindung dari cahaya, seperti kalium permanganate. Bahkan pada pendidihan yang terlalu lamatidak mengalamiperubahan konsentrasi.
2.      Larutan serium (IV) sulfat dapat digunakan untuk menetapkan kadar larutan yang mengandung klorida yang konsentrasinya tinggi.
3.      Reaksi ion serium (IV) dengan reduktor dalam larutan asam memberikan perubahan valensi yng sederhana (valensi 1).
 Ce4+   e-   à   Ce3+
Sehingga berat ekivalennya adalah sama dengan berat molekulnya, sedangkan pada permanganate karena hasil reduksinya bermacam-macam, maka brat ekivalennya tergantung pada kondisi percobaannya.

4.      Larutan serium (IV) sulfat merupakan pengoksidasi (oksidator) yang baik sehingga semua senyawa yang dapat ditetapkan dengan kalium permanganate dapat ditetapkan dengan serium (IV) sulfat bahkan dengan reduktor yang lain
5.      Larutan serium (IV) sulfat kurang berwarna sehingga tidak mengkaburkan pemngamatan titik akhir indicator. Penggunaan indicator ion fero-fenantrolin (ferroin) sangat memuaskan pada titrasi dengan larutan baku serium (IV) sulfat.

              Beberapa senyawa yang ditetapkan kadarnya secara serimetri dalam Farmakope Indonesia Edisi IV adalah : besi (II) fumarat, besi (II) glukonat, besi (II) sulfat, hidrokuinon, vitamin K (menadion), vitamin E (tokoferol) bebas.
       Kekurangan serium sulfat :
Larutan serium (IV) sulfat dalam asam klorida pada suhu didih tidak stabil karena terjadi reduksi oleh asam dan terjadi pelepasan klorin      (Zulfikar, 2010).
5.      Nitrimetri
            Metode Nitrimetri merupakan titrasi yang dipergunakan dalam analisa senyawa-senyawa organik, khususnya untuk persenyawaan amina primer. Penetapan kuantitas zat didasari oleh reaksi antara fenil amina primer (aromatic) dengan natrium nitrit dalam suasana asam menbentuk garam diazonium. Reaksi ini dikenal dengan reaksi diazotasi, dengan persamaan yang berlangsung dalam dua tahap seperti dibawah ini :
NaNO2 + HCl → NaCl + HONO
Ar- NH2 + HONO + HCl → Ar-N2Cl + H2O
Reaksi ini tidak stabil dalam suhu kamar, karena garam diazonium yang terbentu mudah tergedradasi membentuk senyawa fenol dan gas nitrogen. Sehingga reaksi dilakukan pada suhu dibawah 15oC. Reaksi diazotasi dapat dipercepat dengan panambahan garam kalium bromida.
            Reaksi dilakukan dibawah 15 oC, sebab pada suhu yang lebih tinggi garam diazonium akan terurai menjadi fenol dan nitrogen. Reaksi diazonasi dapat dipercepat dengan menambahkan kalium bromida.
Titik ekivalensi atau titik akhir titrasi ditunjukan oleh perubahan warna dari pasta kanji iodide atau kertas iodida sebagai indicator luar.
            Kelebihan asam nitrit terjadi karena senyawa fenil sudah bereaksi seluruhnya, kelebihan ini dapat berekasi dengan yodida yang ada dalam pasta kanji atas kertas, reaksi ini akan mengubah yodida menjadi iodine diikuti dengan perubahan warna menjadi biru. Kejadian ini dapat ditunjukkan setelah larutan didiamkan selama beberapa menit. Reaksi perubahan warna yang dijadikan infikator dalam titrasi ini adalah :
KI +HCl → KCl + HI
2 HI + 2 HONO → I2 + 2 NO + H2O
I2 + Kanji yod (biru)
            Penetapan titik akhir dapat juga ditunjukkan dengan campuran tropiolin dan metilen blue sebagai indikator dalam larutan. Titik akhir titrasi juga dapat ditentukan dengan teknik potensiometri menggunakan platina sebagai indikator elektroda dan saturated calomel elektroda sebagai elektroda acuan (Zulfikar, 2010).
6.      Bromometri dan Bromatometri
            Bromometri merupakan penentuan kadar senyawa berdasarkanreaksi reduksi-oksidasi dimana proses titrasi (reaksi antara reduktor dan bromine berjalan lambat) sehingga dilakukan titrasi secara tidak langsung dengan menambahkan bromine berlebih. Sedangkan bromatometri dilakukan dengan titrasi secara langsung karena proses titrasi berjalan cepat.
            Bromatometri merupakan salah satu metode oksidimetri dengandasar reaksi oksidasi dari ion bromat ( BrO3 ).
BrO3 + 6 H + 6 e    à        Br + 3 H2O
Dari persamaan reaksi ini ternyata bahwa satu gram ekuivalen sama dengan 1/6 gram molekul. Disini dibutuhkan lingkungan asam karena kepekatan ion H+ berpengharuh terhadap perubahan ion bromat menjadi ion bromida.
Oksidasi potensiometri yang relatif tinggi dari sistem menunjukkan bahwa kalium bromat adalah oksidator yang kuat. Hanya saja kecepatan reaksinya tidak cukup tinggi. Untuk menaikkan kecepatan ini titrasi dilakukan dalam keadaan panas dan dalam lingkungan asam kuat.
            Seperti yang terlihat dari reaksi di atas, ion bromat direduksi menjadi ion bromide selama titrasi. Adanya sedikit kelebihan kalium bromat dalam larutan akan menyebabkan ion bromide bereaksi dengan ion bromat
BrO3 + 6 H + 5 Br   à    3Br2 + 3 H
            Bromine yang dilepaskan akan merubah larutan menjadi warna kuningpucat. Warna ini sangat lemah sehingga tidak mudah untuk menetapkan titik akhir. Bromine yang dilepaskan tidak stabil karena mempunyai tekanan uap yang tinggi dan mudah menguap. Karena itu penetapan harus dilakukan pada suhu serendah mungkin, serta labu yang dipakai harus ditutup.
            Jika reaksi antara senyawa reduktor dan bromine dalam lingkungan asam berjalam cepat, maka titrasi dapat dijalankan langsung, dimana titik akhir titrasi ditunjukkan denghan munculnya warna bromine dalam larutan.Tetapi jika reaksi antara bromine dan zat yang akan ditetapkan berjalan lambat, maka dilakukan titrasi secara tidak langsung, yaitu dengan menambahkan bromine yang berlebih dan bromine yang berlebih ini ditetapkan secara iodometri dengan dititrasi dengan natrium tiosulfat baku.(3). Dengan terbentunya brom, titik akhir titrasi dapat ditentukandengan terjadinya warna kuning dari brom, akan tetapi supaya warna inimenjadi jelas maka perlu ditambah indicator seperti jingga metal, merah fiuchsin, dan lain-lain (Zulfikar, 2010).

2.3 Prinsip Reaksi Titrasi Redoks
            Reaksi oksidasi reduksi atau reaksi redoks adalah reaksi yang melibatkan penangkapan dan pelepasan elektron. Dalam setiap reaksi redoks, jumlah elektron yang dilepaskan oleh reduktor harus sama dengan jumlah elektron yang ditangkap oleh oksidator. Ada dua cara untuk menyetarakan persamaan reaksi redoks yaitu metode bilangan oksidasi dan metode setengah reaksi (metode ion elektron). Hubungan reaksi redoks dan perubahan energi adalah sebagai berikut: Reaksi redoks melibatkan perpindahan elektron; Arus listrik adalah perpindahan elektron; Reaksi redoks dapat menghasilkan arus listrik, contoh: sel galvani; Arus listrik dapat menghasilkan reaksi redoks, contoh sel elektrolisis. Sel galvani dan sel elektrolisis adalah sel elektrokimia.
            Persamaan elektrokimia yang berguna dalam perhitungan potensial sel adalah persamaan Nernst. Reaksi redoks dapat digunakan dalam analisis volumetri bila memenuhi syarat. Titrasi redoks adalah titrasi suatu larutan standar oksidator dengan suatu reduktor atau sebaliknya, dasarnya adalah reaksi oksidasi-reduksi antara analit dengan titran (Steven, 2012).

2.4 Faktor yang Memengaruhi Titrasi Redoks
     Faktor–faktor yang mempengaruhi pembentukan lapisan oksidasi reduksi yaitu sebagai berikut:
(1) adanya faktor pencucian dari lapisan di dalam tanah yang menyebabkan tanah membentuk lapisan oksidasi dan lapisan reduksi.
(2) adanya zat-zat protein yang berhubungan langsung oleh mikroorganisme yang sangat berperan penting dalam proses oksidasi reduksi dalam tanah.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi antara lain konsentrasi, sifat zat yang bereaksi, suhu dan katalisator.
a. Konsentrasi
Dari berbagai percobaan menunjukkan bahwa makin besar konsentrasi zat-zat yang bereaksi makin cepat reaksinya berlangsung. Makin besar konsentrasi makin banyak zat-zat yang bereaksi sehingga makinbesar kemungkinan terjadinya tumbukan dengan demikian makin besar pula kemungkinan terjadinya reaksi.
b. Sifat Zat Yang Bereaksi
Sifat mudah sukarnya suatu zat bereaksi akan menentukan kecepatan berlangsungnya reaksi. Secara umum dinyatakan bahwa:
•        Reaksi antara senyawa ion umumnya berlangsung cepat.
Hal ini disebabkan oleh adanya gaya tarik menarik antara ion-ion yang muatannya berlawanan. Contoh:
Ca2+(aq) + CO32+(aq) →  CaCO3(s)
Reaksi ini berlangsung dengan cepat.
•        Reaksi antara senyawa kovalen umumnya berlangsung lambat.
Hal ini disebabkan karena untuk berlangsungnya reaksi tersebut dibutuhkan energi untuk memutuskan ikatan-ikatan kovalen yang terdapat dalam molekul zat yang bereaksi. Contoh:
CH4(g) + Cl2(g) →  CH3Cl(g) + HCl(g)
Reaksi ini berjalan lambat reaksinya dapat dipercepat apabila diberi energi misalnya cahaya matahari.
c. Suhu
Pada umumnya reaksi akan berlangsung lebih cepat bila suhu dinaikkan. Dengan menaikkan suhu maka energi kinetik molekul-molekul zat yang bereaksi akan bertambah sehingga akan lebih banyak molekul yang memiliki energi sama atau lebih besar dari Ea. Dengan demikian lebih banyak molekul yang dapat mencapai keadaan transisi atau dengan kata lain kecepatan reaksi menjadi lebih besar.
d. Katalisator
Katalisator adalah zat yang ditambahkan ke dalam suatu reaksi dengan maksud memperbesar kecepatan reaksi. Katalis terkadang ikut terlibat dalam reaksi tetapi tidak mengalami perubahan kimiawi yang permanen, dengan kata lain pada akhir reaksi katalis akan dijumpai kembali dalam bentuk dan jumlah yang sama seperti sebelum reaksi. Fungsi katalis adalah memperbesar kecepatan reaksinya (mempercepat reaksi) dengan jalanmemperkecil energi pengaktifan suatu reaksi dan dibentuknya tahap-tahap reaksi yang baru. Dengan menurunnya energi pengaktifan maka pada suhu yang sama reaksi dapat berlangsung lebih cepat

2.5 Indikator Titrasi Redoks
            Indikator Redoks adalah indikator yang berubah warnanya karena terjadi reaksi reduksi-oksidasi (redoks). Disini indikator memperlihatkan warna teroksidasi dan warna tereduksi. Dalam titrasi redoks ada 3 jenis indikator: 
a.    Indikator Redoks Reversibel
            Indikator oksidasi - reduksi yang sebenarnya yang tidak tergantung dari salah satu zat, tetapi hanya pada perubahan potensial larutan selama titrasi. Indikator ini dapat dioksidasi dan direduksi secara reversibel (bolak-balik).
       Tidak semua indikator redoks dapat dipakai untuk sembarang titrasi redoks. Pemilihan indikator yang cocok ditentukan oleh kekuatan oksidasi titrat dan titrant, dengan perkataan lain, potensial titik ekivalen titrasi tersebut. Bila potensial peralihan indikator tergantung dari pH, maka juga harus diusahakan agar pH tidak berubah selama titrasi berlangsung.
Untuk titrasi dengan Ce4+ dapat dipakai Ferroin; sedangkan untuk titrasi dengan Cr2O7 = Ferroin tidak cocok karena potensial perubahan ferroin terlalu tinggi dibandingkan dengan potensial TE. Maka dipakai difenilamin atau difenilamin sulfonat. Sebenarnya kedua indikator ini kebalikan dari ferroin dalam arti potensial peralihannya terlalu rendah. Namun dengan asam fosfat 3 M kesulitan ini teratasi karena potensial TE diturunkan sehingga sesuai untuk penggunaan difenilamin atau garam sulfonatnya. Penurunan potensial terjadi karena asam fosfat (H3PO4) mengkompleks Fe3+ tetapi tidak mengkompleks Fe2+, sehingga konsentrasi Fe3+ bebas selalu rendah. Berikut Beberapa Contoh – contoh Indikator Redoks yang sering digunakan :

1. Kompleks Fe ( II ) – ortofenentrolin
Suatu golongan senyawa organik yang dikenal dengan nama 1,10 fenantrolin ( Ortofenantrolin ) yang membentuk kompleks yang stabil dengan Fe ( II ) dan ion-ion lain melalui kedua atom N pada struktur induknya. Sebuah ion Fe2+ berikatan dengan tiga buah molekul fenantrolin dan membentuk kelat dengan struktur.
Kompleks ini terkadang disebut FERROIN dan ditulis (Ph)3Fe2+ agar sederhana. Besi yang terikat dalam ferroin itu mengalami oksidasi reduksi secara reversible.
Walaupun kompleks (Ph)3 Fe2+ berwarna biru muda, dalam kenyataannya, warna dalam titrasi berubah dari hampir tak berwarna menjadi merah. Karena kedua warna berbeda intensitas, maka titik akhir dianggap tercapai pada saat baru 10 % dari indikator berbentuk (Ph)3Fe2+. Oleh sebab itu maka potensial peralihannya kira – kira 1,11 Volt dalam larutan H2SO4 1 M.
Diantara semua indikator redoks, Ferroin paling mendekati bahan yang ideal. Perubahan warnanya sangat tajam, larutannya mudah dibuat dan sangat stabil. Bentuk teroksidasinya amat tahan terhadap oksidator kuat. Reaksinya cepat dan reversibel. Diatas 60 oC, Ferroin terurai.

2. Difenilamin dan turunannya
Ditemukan pertama kali dan penggunaannya dianjurkan oleh Knop pada tahun 1924 untuk titrasi Fe2+ dengan kalium bikhromat.
Reaksi pertama membentuk difenilbenzidine yang tak berwarna; reaksi ini tidak reversibel. Yang kedua membentuk violet difenilbenzidine, reversibel dan merupakan reaksi indikator yang sebenarnya.
Potensial reduksi reaksi kedua kira – kira 0.76 volt. Walaupun ion H+ tampak terlibat, ternyata perubahan keasaman hanya berpengaruh kecil atas potensial ini, mungkin karena asosiasi ion tersebut denga hasil yang berwarna itu.
Kekurangan difenilamain antara lain ialah indikator ini harus dilarutkan dalam asam sulfat pekat karena sulit larut dalam air. Hasil oksidasi ini membentuk endapan dengan ion Wolfram sehingga dalam Analisa , ion tersebut tidak dapat dipakai. Akhirnya ion merkuri memperlambat reaksi indikator ini.
Derivat difenilamin yaitu Asam Difenilamin Sulfonat, tidak mempunyai kelemahan – kelemahan diatas :
Garam Barium atau Natrium dari asam ini dapat digunakan untuk membuat larutan indikator dalam air dan sifatnya serupa dengan induknya. Perubahan warna sedikit lebih tajam, dari tak berwarna , melalui hijau menjadi violet. Potensial peralihannya 0.8 volt dan juga tak tergantung dari konsentrasi asam. Asam sulfonat derivat ini sekarang banyak digunakan dalam titrasi redoks.

b.   Indikator Redoks Irreversibel
            Indikator yang berubah warnanya karena oksidasi dari oksidator dan sifatnya tidak dapat berubah kembali seperti semula.
            Indikator ini digunakan pada titrasi Bromatometri. Contoh yang sering digunakan adalah Methyl Red (MR) dan Methyl Orange (MO).
Reaksi yang terjadi berupa oksidasi dari indikator MR atau MO menjadi senyawa yang tidak berwarna oleh Brom bebas (Br2).

c.    Indikator Redoks Khusus
            Indikator khusus yang bereaksi dengan salah satu komponen yang bereaksi, Contoh indikator yang paling kita kenal ialah Amilum, yang membentuk kompleks biru tua dengan ion triIodida.
Indikator yang sebenarnya jauh lebih luas penerapannya karena hanya tergantung dari perubahan potensial larutan . Sudah dikemukakan bahwa indikator tersebut sebenarnya juga dapat dioksidasi – reduksi dan mempunyai warna yang berbeda dalam bentuk tereduksi.
            Indikator ini dipakai pada Iodometri dan Iodimetri, indikator yang biasa digunakan adanya Amylum dan Chloroform. Pemakaian indikator ini tidak terpengaruh oleh naik turunnya bilangan oksidasi atau potensial larutan, melainkan berdasarkan pembentukan kompleks dengan iodium.
1. Amylum
Penggunaan Indikator ini berdasarkan pembentukan kompleks Iod-Amylum yang larut dengan Iodium (I2) yang berwarna biru cerah. Mekanisme pewarnaan biru ini karena terbentuknya suatu senyawa dala dari amilum dan atom iod. Fraksi Amilosa-amilum mempunyai bentuk helikal dan dengan itu membentuk celah berbentuk saluran. Dalam saluran itu terdapat suatu rantai iod linear, Warna biru disebabkan oleh ketujuh elektron luar atom Iod yang mudah bergerak. 
Setelah penambahan titrant Tiosulfat maka kompleks ini dipecah dan bila konsentrasi Iod habis maka warna biru tadi akan hilang. Penambahan indikator amylum sebaiknya menjelang titik akhir titrasi karena kompleks iod-amilum yang terbentuk sukar dipecah pada titik akhir titrasi sehingga penggunaan Tiosulfat kelebihan berakibat terjadi kesalahan titrasi. Bila Iod masih banyak sekali bahkan dapat menguraikan amilum dan hasil penguraian ini mengganggu perubahan warna pada titik akhir titrasi.
2.Chloroform
Penggunaan indikator ini untuk titrasi Iodometri, berdasarkan fungsi Chloroform sebagai pelarut organik yang melarutkan iodium dalam fase organik (fase nonpolar). Melarutnya Iodium dalam Chloroform memberi warna violet. Hal ini patut dipahami karena Iodium sukar larut dalam air, larut hanya sekitar 0,0013 mol perliter pada suhu 25O C. Tetapi sangat mudah larut dalam larutan KI karena membentuk Ion TriIodida (I3-)dan dalam Chloroform.
Setelah penambahan titrant Tiosulfat maka Iodium akan diubah menjadi Iodida dan bila konsentrasi iod habis maka warna violet tadi akan hilang.


2.6 Aplikasi Titrasi Redoks dalam Analisis Obat






























BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
    

3.2 Saran








DAFTAR PUSTAKA

Ibnu, Sodiq, dkk. 2004. Kimia Analitik I. Malang: JICA
Hamdani, S. 2012. Titrasi Redoks. http://catatankimia.com/catatan/titrasi-redoks.html  diakses tanggal 23 November 2015
SM, Khopkar. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press
Steven, 2012. Titrasi Redoks. http://nevetstheanstag.wordpress.com/2012/05/27/titrasi- redoks/ diakses tanggal 23 November 2015
Underwood, A.L., day, RA., (1993), “Analisa Kimia Kuantitatif”, Edisi V, Alih Bahasa : R. Soedonro, Erlangga, Surabaya.
Roth, J., Blaschke, G., (1988), “Analisa Farmasi”, UGM Press, Yogyakarta.
Dirjen POM, (1979), “Farmakope Indonesia”, edisi III, Departemen Kesehatan RI., Jakarta.
Dirjen POM, (1995), “Farmakope Indonesia”, edisi IV, Depatemen Kesehatan RI., Jakarta.
Zulfikar. 2010. Titrasi Redoks. http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/ titrasi-redoks/ diakses tanggal 23 November 2015



Tidak ada komentar:

Posting Komentar