MAKALAH
“TITRASI ARGENTOMETRI”
Dosen
Pembimbing : Arif Santoso, S.Farm.,Apt
Oleh :
1. Anggiati
Ambarsari (1314206005)
2. Heni
Setyowati (1314206021)
3. Paulus
Tede Bethan (1314206035)
4. Yayuk
Winarsih (1314206038)
PROGRAM
STUDI S1 FARMASI
STIKES
KARYA PUTRA BANGSA
TULUNGAGUNG
2015
KATA
PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, berkat
ridho-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Titrasi Argentometri”.
Dalam menyusun makalah ini, terdapat
hambatan yang penulis alami, namun berkat dukungan, dorongan dan semangat
sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu penulis tidak
lupa pada kesempatan ini mengaturkan terima kasih kepada Bapak Arif Santoso,
S.Farm.,Apt selaku dosen pembimbing.
Kami
menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
Semoga
makalah “Titrasi Argentometri” ini
bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.
Tulungagung,
11 Oktober 2015
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................ iii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 1
1.2 Tujuan .................................................................................................................... 2
BAB
II ISI
2.1 Teori Kelarutan ......................................................................................................
2.2 Harga Hasil Kali Kelarutan
(Ksp)..........................................................................
2.3 Reaksi Pengendapan .............................................................................................
2.4 Metode Titrasi Argentometri..................................................................................
2.5 Pengaruh pH dalam Analisa
Argentometri............................................................
2.6 Indikator Argentometri..........................................................................................
2.7 Aplikasi Argentometri dalam
Analisa, Bahan dan Contoh Obat ..............
BAB
III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG
Titrasi pengendapan merupakan
titrasi yang melibatkan pembentukan endapan dari garam yang tidak mudah larut
antara titran dan analit. Hal dasar yang diperlukan dari titrasi jenis
ini adalah pencapaian keseimbangan pembentukan yang cepat setiap kali titran
ditambahkan pada analit, tidak adanya interferensi yang mengganggu titrasi, dan
titik akhir titrasi yang mudah diamati.
Salah satu jenis titrasi pengendapan
yang sudah lama dikenal adalah melibatkan reaksi pengendapan antara ion halida
( Cl-, I-, Br- ) dengan ion perak Ag+.
Titrasi ini biasanya disebut sebagai argentometri, yaitu titrasi penentuan
analit yang berupa ion halida dengan menggunakan larutan standar perak nitrat
AgNO3.
Dasar titrasi argentometri adalah
pembentukan endapan yang tidak mudah larut antara titrant dan analit. Sebagai
contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl dimana ion Ag+
dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk garam
yang tidak mudah larut.
1.2
TUJUAN
1. Mengetahui
Teori Kelarutan
2. Mengetahui
Harga Hasil Kali Kelarutan (Ksp)
3. Mengetahui
Reaksi Pengendapan
4. Mengetahui
Metode Titrasi Argentometri
5. Mengetahui
Pengaruh pH dalam Analisa Argentometri
6. Mengetahui
Indikator Argentometri
7. Mengetahui
Aplikasi Argentometri dalam Analisa, Bahan dan Contoh Obat
BAB
II
ISI
2.1
Teori
Kelarutan
Secara kuantitatif, kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi
zat terlarut didalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. Kelarutan
dinyatakan dalam satuan mililiter pelarut yang dapat melarutkan satu gram zat.
Misalnya 1 gram asam salisilat akan larut dalam 500 mL air. Kelarutan juga dinyatakan dalam satuan
molalitas, molaritas dan persen (Tungandi, 2009).
Kelarutan atau solubilitas
adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut
dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat
terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut
dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah etanol di
dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa Inggris lebih tepatnya disebut
miscible. Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni
ataupun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat.
Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit
terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah "tak larut"
(insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun
sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang
terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui
untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh (supersaturated) yang
metastabil (Woedepss) (Tungandi, 2009).
Kelarutan
suatu zat didefinisikan sebagai jumlah solut yang dibutuhkan untuk menghasilkan
suatu larutan jenuh dalam sejumlah solven. Pada suatu temperatur tertentu suatu
larutan jenuh yang bercampur dengan solut yang tidak terlarut merupakan contoh
lain dari keadaan kesetimbangan dinamik (Moechtar, 1989).
Kelarutan
adalah jumlah maksimum zat yang dapat larut dalam sejumlah pelarut tertentu. Kelarutan
dapat dihitung:
Semakin besar nilai kelarutan suatu
zat, maka semakin mudah larut zat tersebut dalam pelarut tertentu.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan
adalah pengadukan, suhu, luas permukaan, fikositas, ukuran partikel, pH
larutan, dan polimerfisme (Ditjen POM, 1979).
Selain faktor di atas penambah surfaktan juga akan
mempengaruhi kelarutan. Surfaktan adalah suatu zat yang digunakan untuk
menakkan kelarutan suatu zat. Molekul surfaktan terdiri atas dua bagian yaitu
polar dan non polar (Ditjen POM, 1979).
Jika kelarutan suatu zat tidak diketahui dengan
pasti, kelarutannya dapat ditunjukkan dengan istilah berikut (Ditjen POM, 1979)
:
Kelarutan juga tergantung
pada struktur zat, seperti perbandingan gugus polar dan non polar dari suatu
molekul. Makin panjang rantai gugus non polar suatu zat makin zat tersebut
larut dalam air. Selain itu, penambahan surfaktan dapat juga ditambahkan zat-zat
pembentuk kompleks untuk menaikkan kelarutan suatu zat, misalnya penambahan
uretan dalam pembuatan injeksi khinin (Tungandi, 2009).
2.2
Harga
Hasil Kali Kelarutan (Ksp)
Konstanta hasil kali kelarutan (Ksp) adalah tetapan
kesetimbangan yang terdapat pada basa dan garam yang sukar larut. Pelarutan zat
tergolong reaksi kesetimbangan yang terjadi antara zat padat dengan ionnya.
Bentuk umum konstanta hasil kali kelarutan:
2.3
Reaksi
Pengendapan
Endapan merupakan zat yang memisahkan diri dari larutan, berfase
padat, terbentuk jika larutan lewat jenuh. Suatu zat akan mengendap jika hasil
kali kelarutan ion-ionnya lebih besar dari Ksp. Kelarutan (s) didefinisikan
sebagai konsentrasi molar dari larutan jenuhnya.
Reaksi pengendapan merupakan reaksi
yang salah satu produknya berbentuk endapan. Endapan terjadi karena zat yang
terjadi tidak atau sukar larut didalam air atau pelarutnya. Tidak semua zat
mengendap, sehingga reaksi pengendapan juga dipergunakan untuk identifikasi
sebuah kation atau anion.Endapan adalah zat yang memisahkan diri sebagai suatu
fase padat keluar dari larutan. Kelarutan (s) didefinisikan sebagai konsentrasi
molar dari larutan-larutan jenuhnya. Kelarutan dipengaruhi oleh suhu dan
ion-ion sejenis dalam larutan. Reaksi pengendapan itu
adalah reaksi yang hasil akhirnya berupa pengendapan yang terdapat di dasar
tabung reaksi.
Dibawah ini disajikan beberapa reaksi pengendapan, sebagai tanda bahwa zat yang
terjadi adalah endapan perhatikan tanda (s) solid, setelah indeks dari rumus
kimianya.
AgNO3(aq) + HCl(aq) → AgCl(s) + HNO3(aq)
AgNO3(aq) + HCl(aq) → AgCl(s) + HNO3(aq)
Endapan
yang terbentuk adalah endapan putih dari AgCl.
Pb(CH3COO)2(aq) + H2S → PbS(s) + 2 CH3COOH(aq)
Dari reaksi ini akan dihasilkan endapan yang berwarna hitam dari PbS.
Pb(CH3COO)2(aq) + H2S → PbS(s) + 2 CH3COOH(aq)
Dari reaksi ini akan dihasilkan endapan yang berwarna hitam dari PbS.
2.4
Metode
Titrasi Argentometri
Argentometri merupakan metode umum
untuk menetapkan kadar halogenida dan senyawa-senyaa lain yang membentuk
endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu. Metode
argentometri disebut juga dengan metode pengendapan karena apada argentometri
memerlukan pembentukan senyawa yang relative tidak larut atau endapan. Reaksi yang mendasari titrasi
argentometri adalah :
AgNO3
+
Cl à
AgCl(s) + NO3
Sebagai indikator,
dapat digunakan kalium kromat yang menghasilkan warna merah dengan adanya
kelebihan ion Ag+.
Metode
argentometri yang lebih luas lagi digunakan adalah metode titrasi kembali.
Perak nitrat (AgNO3) berlebihan ditambahkan ke sampel yang
mengandung ion klorida atau bromide. Sisa AgNO3 selanjutnya
dititrasi kembali dengan ammonium tiosianat menggunakan indicator besi (III)
ammonium sulfat. Reaksi yang terjadi pada penentuan ion klorida dengan cara
titrasi kembali adalah sebagai berikut :
AgNO3 berlebih + Cl- à AgCl(s) + NO3-
Sisa AgNO3 + NH4SCN à AgSCN(s) + NH4NO3
3NH4SCN + FeNH4(SO4)2 à Fe(SCN)3 merah + 2(NH4)2SO
Sebelum
dilakukan titrasi kembali, endapan AgCl harus disaring terlebih dahulu atau
dilapisi dengan penambahan dietilftalat untuk mencegah disosiasi AgCl oleh ion tiosianat. Halogen yang terikat
dengan cincin aromatis tidak dapat dibebaskan dengan hidrolisis sehingga harus
dibakar dengan labu oksigen untuk melepaskan halogen sebelum dititrasi.
Metode – metode dalam
titrasi Argentometri
Ada beberapa metode
dalam titrasi argentometri yaitu metode Mohr, metode Volhard, metode K.Fajans,
dan metode Leibig.
1. Metode
Mohr
Metode ini dapat digunakan untuk
menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana netral dengan larutan baku
perak nitrat dengan penambahan larutan kalium kromat sebagai indikator. Pada
permulaan titrasi akan terjadi endapan perak klorida dan setelah tercapai titik
ekivalen, maka penambahan sedikit perak nitrat akan bereaksi dengan kromat
dengan membentuk endapan perak kromat yang berwarna merah.
Cara yang mudah untuk membuat
larutan netral dari larutan yang asam adalah dengan menambahkan CaCO3 atau
NaHCO3 secara berlebihan. Untuk larutan yang alkalis, diasamkan dulu
dengan asam asetat kemudian ditambah sedikit berlebih CaCO3.
Kerugian metode Mohr adalah :
a. Bromida
dan klorida kadarnya dapat ditetapkan dengan metode Mohr akan tetapi untuk
iodida dan tiosianat tidak memberikan hasil yang memuaskan karena endapan perak
iodida atau perak tiosianat akan mengabsorbsi ion kromat, sehingga memberikan
titik akhir yang kacau.
b. Adanya
ion – ion seperti sulfida, fosfat, dan arsenat juga akan mengendap.
c. Titik
akhir kurang sensitif jika menggunakan larutan yang encer.
d. Ion
– ion yang diabsorbsi dari sampel menjadi terjebak dan mengakibatkan hasil yang
rendah sehingga penggojogan yang kuat mendekati titik akhir titrasi diperlukan
untuk membebaskan ion yang terjebak tadi.
Titrasi
langsung iodida dengan perat nitrat dapat dilakukan dengan penambahan amilum
dan sejumlah kecil senyawa pengoksidasi. Warna biru akan hilang pada saat titik
akhir dan warna putih – kuning dari endapan perak iodida (AgI) akan muncul.
2. Metode
Volhard
Perak dapat ditetapkan secra teliti
dalam suasana asam dengan larutan baku kalium atau amonium tiosianat yang
mempunyai hasil kali kelarutan 7,1 x 10-13. Kelebihan tiosianat
dapat ditetapkan secara jelas dengan garam besi (III) nitrat atau besi
(III)amonium sulfat sebagai indikator yang membentuk warna merah dari kompleks
besi (III)-tiosianat dalam lingkungan asam nitrat 0,5 – 1,5 N. Titrasi ini
harus dilakukan dalam suasana asam, sebab ion besi (III) akan diendapkan
menjadi Fe(OH)3, jika suasananya basa, sehingga titik akhir tidak
dapat ditunjukkan pH larutan harus
dibawah 3. Pada titrasi ini terjadi perubahan warna 0,7 – 1% sebelum titik
ekivalen. Untuk mendapatkan hasil yang teliti pada waktu akan dicapai titik
akhir, titrasi digojog kuat – kuat supaya ion perak yang diabsorbsi oleh
endapan perak tiosianat dapat bereaksi dengan tiosianat. Metode Volhard dapat
digunakan untuk menetapkan kadar klorida, bromida, dan iodida dalam suasana
asam. Caranya dengan menambahkan larutan baku perak nitrat dititrasi kembali
dengan larutan baku tiosianat.
3.
Metode K. Fajans
Pada
metode ini digunakan indicator adsorbsi, yang pada titik ekivalen, indicator
teradsorbsi oleh endapan. Indicator ini tidak memberikan perubahan warna kepada
larutan, tetapi pada permukaan endapan.
Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam meode ini adalah, endapan harus dijaga sedapat
mungkin dalam bentuk koloid. Garam netral dalam jumlah besar dan ion bervalensi
banyak harus dihindarkan karena mempunyai daya mengkoagulasi. Larutan tidak
boleh terlalu encer karena endapan yang terbentuk sedikit sekali sehingga
mengakibatkan perubahan warna indicator tidak jelas. Ion indicator harus
bermuatan berlawanan dengan ion pengendap.ion indicator harus tidak teradsorbsi
sebelum tercapai titik ekivalen, tetapi harus segera teradsorbsi kuat setelah
tercapai titik ekivalen. Ion indicator tidak boleh teradsorbsi sangat kuat,
seperti misalnya pada titrasi klorida dengan indicator eosin, yang mana
indicator teradsorbsi lebih dulu sebelum titik ekivalen tercapai.
4.
Metode Leibig
Pada
metode ini, titik akhir titrasinya tidak ditentukan dengan indicator, akan
tetapi ditunjukkan dengan terjadinya kekeruhan. Ketika larutan perak nitrat
ditambahkan kepada larutan alkali sianida akan terbentuk endapan putih, tetapi
pada penggojogan akan larut kembali Karena akan terbentuk kompleks sianida yang
stabil dan larut.
Cara
leibig hanya menghasilkan titik akhir titrasi yang memuaskan apabila pemberian
pereaksi pada saat mendekati titik akhir dilakukan perlahan-lahan. Cara leibig
ini tidak dapat dilakukan pada keadaan larutan amoni-alkalis karena ion perak akan membentuk kompleks
Ag(NH3)2+ yang larut. Hal ini dapat diatasi
dengan menambahkan sedikit lautan kalium iodide.
2.4
Pengaruh pH dalam Analisa Argentometri
Kelarutan
endapan garam yang mengandung anion dari asam lemah dipengaruhi oleh pH, hal
ini disebabkan karena penggabungan proton dengan anion endapannya. Misalnya
endapan AgI akan semakin larut dengan adanya kenaikan pH disebabkan H+
akan bergabung dengan I- membentuk HI.
2.5
Mengetahui
Indikator Argentometri
Pada
titrasi argentometri digunakan beberapa indikator yang sesuai. Indicator yang
sering digunakan dalam beberapa metode titrasi argentometri adalah :
a) Metode Mohr
Metode
ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromide dalam suasana
netral dengan larutan baku perak nitrat dengan penambahanlarutan kalium kromat
sebagai indikator. Pada permulaan titrasi akan terjadi endapanperak klorida dan
setelah titik ekuivalen, maka penambahan sedikit perak nitrat akanbereaksi
dengan kromat dengan membentuk endapan perak kromat yang berwarna merah.
b) Metode Volhard
Perak
dapat ditetapkan secara teliti dalam suasana asam denganlarutan baku kalium
atau amonium tiosianat, kelebihan tiosianat dapat ditetapkansecara jelas dengan
garam besi (III) nitrat atau besi (III) amonium sulfat sebagaiindikator yang
membentuk warna merah dari kompleks besi (III) tiosianat dalamlingkungan asam
nitrat 0,5 1,5 N. Titrasi ini harus dilakukan
dalam suasana asam,sebab ion besi (III) akan diendapkan menjadi
Fe(OH)3 jika suasananya basa, sehinggatitik akhir tidak dapat ditunjukkan.
c) Metode Fajans
Pada
metode ini digunakan indikator adsorbsi, sebagai kenyataanbahwa pada titik
ekuivalen indikator teradsorbsi oleh endapan. Indikator ini tidakmemberikan
perubahan warna kepada larutan, tetapi pada permukaan endapan.Endapan harus
dijaga sedapat mungkin dalam bentuk koloid.
2.6
Mengetahui
Aplikasi Argentometri dalam Analisa, Bahan dan Contoh Obat
Dalam
Farmakope Indonesia, titrasi argentometri digunakan untuk penentuan kadar :
ammonium klorida, fenoterol hidrobromida, kalium klorida, klorbutanol,
melfalan, metenamin mandelat dan sediaan tabletnya, natrium klorida, natrium
nitroprusida, sistein hidroklorida dan tiamfenikol.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kelarutan atau solubilitas
adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut
dalam suatu pelarut (solvent).
Konstanta
hasil kali kelarutan (Ksp) adalah tetapan kesetimbangan yang terdapat pada basa
dan garam yang sukar larut.
Reaksi
pengendapan merupakan reaksi yang salah satu produknya berbentuk endapan.
Endapan terjadi karena zat yang terjadi tidak atau sukar larut didalam air atau
pelarutnya.
Argentometri merupakan metode umum untuk
menetapkan kadar halogenida dan senyawa-senyaa lain yang membentuk endapan
dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu. Metode titrasi
argentometri antara lain adalah metode mohr, metode volhard, metode fajans dan
metode leibig.
Aplikasi titrasi argentometri adalah
digunakan untuk penentuan kadar : ammonium klorida, fenoterol hidrobromida,
kalium klorida, klorbutanol, melfalan, metenamin mandelat dan sediaan
tabletnya, natrium klorida, natrium nitroprusida, sistein hidroklorida dan
tiamfenikol.
DAFTAR
PUSTAKA
Gandjar, Ibnu,G.2007.Kimia Farmasi Analisis.Pustaka Pelajar: Yogyakarta
Martin. A, 1993, Farmasi
Fisika, Edisi III, Jilid II, Indonesia University Press.
Moechtar, 1989, Farmasi Fisika : Bagian Larutan dan Sistem Dispersi, Gadjah Mada University
Moechtar, 1989, Farmasi Fisika : Bagian Larutan dan Sistem Dispersi, Gadjah Mada University
Press: Jogjakarta.
Tungadi,
Robert. 2009.“Penuntun Praktikum
Farmasi Fisika“. Jurusan Farmasi Universitas
Negeri Gorontalo. Gorontalo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar